Ejarah Kesyirikan Pertama Muncul Dalam Rububiyah Dengan Cara Menta'thil Nama dan Sifat Allah Shubhanahu wa ta’alla


Syaikh Abu Bakar Muhammad Zakaria

Setelah kita menukil ucapan para ulama dalam penjelasan bagaimana terjadi penyimpangan aqidah pada tubuh umat ini, maka alangkah bagusnya kita mengenal lebih dahulu sejarah awal terjadinya penyelewengan aqidah dalam urusan rububiyah yaitu menyekutukan Allah Shubhanahu wa ta’alla dengan cara menta'til, baik yang berkaitan dengan nama-nama -Nya atau sifat ataupun perbuatan -Nya.


Barangkalai kesyirikan pertama yang terorganisir pada tubuh umat ini –sebagaimana dikatakan oleh para ulama kita- ialah syirik Qadariyah,[1] sekte yang mengingkari adanya takdir. Para penganut sekte ini menyekutukan Allah Shubhanahu wa ta’alla dalam perkara rububiyah yakni dengan cara menta'til sifat-sifat dan perbuatan Allah azza wa jalla. Sebab, hakekat mengingkari takdir mengandung konsekuensi mengabaikan banyak sifat dan perbuatan Allah Shubhanahu wa ta’alla, sebagaimana mereka juga menetapkan adanya banyak pencipta.


Oleh sebab itulah sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu mengatakan tentang sekte ini, "Inilah kesyirikan perdana yang terjadi ditubuh umat ini". Lebih tegas lagi dikatakan oleh Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma tentang mereka, "Jika engkau berjumpa dengan mereka, kabarkan padanya bila aku berlepas diri dengannya, dan mereka berlepas diri dariku. Kemudian beliau menegaskan dengan bersumpah, "Demi Allah, kalau seandainya ada salah seorang diantara mereka yang menginfakan emas sebesar gunung Uhud niscaya tidak akan diterima sedekahnya hingga dirinya beriman kepada takdir".


Tokoh pertama sebagai pionir peletak dasar bid'ah ini ialah seorang Majusi yang bernama Sisuwaih dari Asawarah. Walaupun sejarah lebih mengenal tokoh pertama yang mencuatkan pemikiran ini ialah Ma'bad al-Juhani.[2] Selanjutnya kesyirikan ini berkembang, dengan menta'thil nama-nama dan sifat-sifat Allah ta'ala. Yaitu dengan mengatakan bahwa Allah Shubhanahu wa ta’alla tidak mempunyai nama-nama yang indah, mereka tidak mensifati Allah Shubhanahu wa ta’alla sedikitpun dengan sifat yang telah –Dia sematkan pada dirinya dan juga oleh Rasul -Nya. Menyatakan bahwa Allah Shubhanahu wa ta’alla tidak mencintai seorang hamba, tidak berbicara, tidak memiliki tangan, tidak pula wajah. Dan sang pionir yang menggagas pemikiran sesat ini ialah seorang yang bernama Ja'ad bin Dirham.[3]

Dalam sebuah pernyataanya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan tentang firqah ini, "Pokok pemikiran ini –menafikan nama-nama dan sifat-sifat Allah- diadopsi dari murid-muridnya orang Yahudi dan musyrikin dari kalangan Shabi'ah. Dan orang pertama yang mengusung pemikiran ini ke dalam agama Islam diketahui dengan nama Ja'ad bin Dirham, lalu diikuti jejaknya oleh Jahm bin Shafwan, melalui tangannya pemikiran ini berkembang kuat, oleh sebab itu sekte Jahmiyah dinisbatkan padanya.


Ada pula yang mengatakan, bahwa Ja'ad bin Dirham mengambil ucapannya tersebut dari Aban bin Sam'an, yang diambil dari Aban bin Thalut bin Ukhtu Labid bin al-A'sham, yang dia jiplak dari tukang sihir, seorang Yahudi tulen yang pernah menyihir Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam".[4] Inilah wajah asli orang-orang yang ingin menghancurkan bangunan Islam ternyata berasal dari silsilah Yahudiyah.


Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadits yang menerangkan bahwa perbuatan hamba adalah ciptaan Allah Shubhanahu wa ta’alla, lengkap dengan sanadnya. Beliau berkata, "Pada hari raya Iedul Adha Khalid bin Abdullah al-Qasari mengatakan pada manusia, 'Kembalilah kalian untuk menyembelih binatang kurban semoga Allah Shubhanahu wa ta’alla menerimanya. Sesungguhnya aku akan menyembelih Ja'ad bin Dirham, yang menyangka bahwa Allah Shubhanahu wa ta’alla tidak menjadikan Ibrahim sebagai kekasih -Nya, Musa tidak berbicara langsung kepada -Nya, Maha tinggi Allah Shubhanahu wa ta’alla dari apa yang dikatakan oleh Ja'ad bin Dirham". Kemudian dirinya turun dari mimbar lalu menyembelih Ja'ad bin Dirham. Imam Bukhari mengomentari kisah ini, "Imam Qutaibah mengatakan, "Sesungguhnya Jahm bin Shafwan mendaur ulang pemikirannya dari Ja'ad bin Dirham".[5]


Dari sini menjadi jelas bahwa pemahaman atheis atau kesyirikan rububiyah ini, dengan menta'thil nama-nama dan sifat serta perbuatan Allah Shubhanahu wa ta’alla hasil dari didikan orang Yahudi yang mempunyai target untuk merusak keyakinan agama Islam yang bersih lagi benar. Sebagaimana diketahui bahwa pemahaman Rafidah juga berawal dari pemikiran seorang Yahudi tulen yang sangat membenci Islam yaitu Ibnu Saba'.


Maksud dari keterangan ini yaitu menjelaskan kesyirikan yang berkaitan dengan Dzat Allah Shubhanahu wa ta’alla, nama, sifat serta perbuatan -Nya, dengan sebab menta'thilnya. Dan awal mula yang menggulirkan pemikiran tersebut, dalam sejarah Islam ialah berasal dari sekte Qadariyah dimasa generasi shigar sahabat. Dan juga berasal dari sekte Jahmiyah sepeninggal para imam generasi tabi'in radhiyallahu 'anhum.[6]


Ditengah-tengah kondisi umat yang mulai tercabik dengan perpecahan aqidah, muncullah sekte baru yaitu Mu'tazilah yang di usung oleh Washil bin Atha. Diantara keyakinannya yaitu mengingkari sifat-sifat Allah azza wa jalla karena terpengaruh dengan paham Jahmiyah. Para pengikut paham Mu'tazilah menafikan jika Allah ta'ala yang menciptakan perbuatan para hamba, dan mereka menetapkan sifat mencipta bagi perbuatan hamba bagi hamba-hamba yang lemah, mereka memalingkan ayat-ayat Qur'an yang menunjukan tentang sifat dan juga penciptaan Allah Shubhanahu wa ta’alla terhadap perbuatan yang dikerjakan oleh para hamba. Begitu pula, mereka menjadikan hadits-hadits shahih yang yang menerangkan penciptaan -Nya terhadap perbuatan hamba sebagai persangkaan yang tidak wajib untuk diamalkan. Dalam rangka mengikuti hawa nafsu demi melegalkan pendapatnya yang sesat, sehingga dengan perbuatan yang terkutuk tersebut menjadikan mereka melakukan dua hal, menyekutukan Allah Shubhanahu wa ta’alla dengan menta'thil sifat dan yang kedua menta'thil perbuatan -Nya. Tidaklah mereka menyembah melainkan kepada sesuatu yang tidak ada, betapa miripnya pemahaman mereka dengan orang-orang Majusi.


Kemudian ada seseorang yang bernama Ibnu Kilab,[7] yang terpengaruh dengan pemahaman tersebut. Dirinya berusaha memperbaiki madzhab Mu'tazilah dalam masalah sifat, dan berupaya untuk mendekatkan dengan pemahaman Ahlu Sunah wal Jama'ah , akan tetapi, dirinya tidak mampu mewujudkan cita-citanya. Selanjutnya muncul Imam al-Asy'ari dengan membawa pemahaman yang sama, yang beliau timba dari gurunya yang bernama al-Juba'i[8] seorang Mu'tazilah tulen diawalnya, akan tetapi, dirinya lalu berafiliasi ke madzhabnya Ibnu Kilab, menulis kitab dan membela madzhabnya ini.[9]


Mereka adalah para tokoh sekte Asya'irah, sebuah pemahaman yang dinisbatkan kepada Imam Abu Hasan al-Asy'ari, yang sejatinya mereka adalah para pengikut Ibnu Kilab. Sebagian besar mereka telah terpengaruh dengan paham Mu'tazilah dalam masalah sifat yaitu tidak mampu lepas dari menyekutukan Allah Shubhanahu wa ta’alla dengan cara menta'thil. Dan diantara tokoh yang ikut terpengaruh dengan paham Mu'tazilah dan Jahmiyah pada masa al-Asy'ari ialah Abu Manshur al-Maturidi.[10] Dirinya mengambil pemahaman Mu'tazilah dan Jahmiyah lalu ingin berlepas diri darinya, akan tetapi, dalam masalah sifat dirinya banyak sekali meninggalkan pemahaman para ulama salaf, sehingga diapun tidak bisa selamat dari syirik ta'thil secara sempurna.  Merekalah penganut paham Maturidiyah yang dinisbatkan pada tokohnya hingga sampai pada zaman kita sekarang, seluruhnya telah terjerumus dalam masalah syirik dengan cara menta'thil sifat-sifat Allah azza wa jalla, baik mereka sadari atau pun tidak.


Artinya, para pengikut paham Asya'irah dan juga Maturidiyah hanya terpengaruh dengan bid'ahnya Jahmiyah dalam mengingkari sifat-sifat Allah Shubhanahu wa ta’alla, mentakwil serta menta'thilnya. Sehingga dengan ini mereka terjatuh dalam kesyirikan ta'thil tanpa mereka sadari, dan pembawa bendera paham ini ialah Jahm bin Shafwan yang mencuatkan bid'ah ini dimasa generasi para Imam Tabi'in serta pengikutnya.


Dalam waktu yang bersamaan muncul dan berkembang syirik lain yaitu bid'ah menyerupakan Allah ta'ala, dan paham ini dinamakan dengan paham Musyabih. Paham ini terbagi menjadi dua, kelompok yang menyerupakan Dzat Allah Shubhanahu wa ta’alla dengan selain -Nya. Sedang kelompok yang satunya lagi menyerupakan sifat-sifat Allah Shubhanahu wa ta’alla dengan sifat-sifat selain -Nya. Lalu dari dua paham ini pecah menjadi beberapa kelompok yang begitu banyak.[11]


Adapun firqah yang menyerupakan Dzat Allah Shubhanahu wa ta’alla dengan dzat yang lain, maka akan datang penjelasannya dalam pembahasan kesyirikan dengan menjadikan tandingan-tandingan untuk Allah Shubhanahu wa ta’alla. Sedang firqah yang menyerupakan sifat-sifat Allah Shubhanahu wa ta’alla dengan sifat makhluk maka merekalah yang telah terjatuh dalam syirik ta'thil yakni menta'thil sifat, sebab setiap musyabih pasti telah menta'thil.  Dan para penganut paham musyabih sangatlah banyak, barangkali yang paling menonjol ialah Hisyam bin Hakam ar-Rafidah.[12]Yang menyerupakan Allah Shubhanahu wa ta’alla dengan manusia. Karena pemahamannya yang sesat itulah dirinya mengklaim bahwa Allah Shubhanahu wa ta’alla wujudnya tujuh jengkal seukuran diri nya, Allah mempunyai tubuh yang ada batasan dan ukurannya.[13]


Lalu pahamnya didaur ulang oleh Hisyam bin Salim al-Jawaliqi,[14] yang mengira bahwa Allah Shubhanahu wa ta’alla memiliki rupa sama seperti rupanya manusia. Dia mengatakan, Bahwa bagian atasnya cekuk dan bagian bawahnya tidak berlubang, mempunyai rambut tebal yang berwarna hitam, dan hati yang mengalirkan hikmah.[15] Maha tinggi Allah Shubhanahu wa ta’alla lagi Agung dari ucapan-ucapan batil seperti ini.


Selanjutnya dua pemahaman diatas di ikuti oleh sekte Rafidah,[16] sebagaimana dapat dijumpai pada beberapa aliran dari kalangan Mu'tazilah[17] yang terpengaruh dengan pemikiran diatas, serta beberapa kelompok yang menisbatkan diri kepada Ahlu Sunah wal Jama'ah.[18]


Setelah muncul syirik dengan cara menta'thil sifat-sifat Allah Shubhanahu wa ta’alla ini tidak lama kemudian muncul paham baru yang mengusung kesyirikan lain yaitu paham wihdatul wujud (bersatunya Allah Shubhanahu wa ta’alla bersama makhluk). Yang menta'thil hubungan hamba bersama Allah Shubhanahu wa ta’alla yang wajib dikerjakan oleh para hamba yang merupakan dari hakekat tauhid.


Imam Ibnu Qayim menjelaskan tentang mereka, "Diantara jenis kesyirikan ini yaitu kesyirikan yang dilakukan oleh para penganut paham Wihdatul Wujud, yang mengatakan, '-Dia bukan pencipta bukan pula makhluk. Dia bukan bagian dua unsur. Tapi hakekat Allah Shubhanahu wa ta’alla ada pada benda yang diserupakan".[19] Barangkali orang pertama dari umat ini yang melontarkan ucapan batil seperti tadi ialah al-Halaj.[20] Lalu dijiplak oleh Ibnu Farid,[21] Ibnu Arabi, [22]Ibnu Sab'in [23]serta

pentolan-pentolan yang lainnya,[24] para pengikut aliran sufi secara umum.[25]


al-Halaj adalah tokoh pertama yang menggagas pemikiran wihdatul wujud, adapun orang-orang yang mengatakan dengan pemahaman hulul dan itihad (paham yang mengklaim bahwa Allah Shubhanahu wa ta’alla dapat menitis pada tubuh manusia) maka telah lebih dulu dilontarkan oleh Ibnu Saba dan para pengikutnya. Dimana pemahaman ini dapat dijumpai pada pengikut sekte Rafidah terdahulu yang ekstrim. Sebagaimana disebutkan tentang mereka oleh al-Asy'ari, al-Baghdadi dan juga Syihristani secara panjang lebar.


Maksud dari pemaparan ini yaitu menjelaskan bahwa mereka telah menyekutukan Allah azza wa jalla dengan cara menta'thil hakekat tauhid. Diantara mereka ada kelompok yang mengklaim uluhiyah pada dirinya, ada yang mengaku sebagai titisan tuhan, ada lagi yang mengaku bersatu dengan tuhan, sebagaimana ada kelompok lain yang mengklaim dirinya adalah hakekat tuhan, mereka adalah orang yang paling kufur dan melampaui batas dalam menyekutukan -Nya bila dibandingkan bersama orang-orang Yahudi dan Nasrani.


Sebagai contoh, orang Yahudi hanya punya pemahaman bahwa Allah Shubhanahu wa ta’alla menitis kepada Uzair, begitu pula orang Nasrani punya keyakinan bahwa Allah Shubhanahu wa ta’alla menitis pada al-Masih. Akan tetapi bedanya, kalau orang Yahudi dan Nasrani hanya mengklaim Allah Shubhanahu wa ta’alla telah menitis pada satu orang, tapi, mereka mengatakan bahwa -Dia menitis kepada segala sesuatu, hingga binatang menjijikan sekalipun, bahkan Allah Shubhanahu wa ta’alla bisa menitis pada tempat dan kotoran yang paling busuk.


Itulah keterangan secara ringkas awal mula kerusakan aqidah yang berbasis kesyirikan pada umat ini, yang dimulai dalam perkara rububiyah dengan cara menta'thil, yang pada hakekatnya terkandung didalamnya kesyirikan uluhiyah sebagaimana dapat ditangkap dengan jelas.


References

[1] . Lihat keterangannya dalam kitab Syarh Thahawiyah 1/322 oleh Ibnu Abil Izzi. 

[2] . Sebagaimana keterangan yang ada dalam kitab Majmu Fatawa 7/384 oleh Ibnu Taimiyah. al-Khathath 3/360 oleh al-Miqrizi.

[3] . Masuk dalam generasi Tabi'in, dibunuh oleh Khalid bin Abdullah al-Qasari karena termasuk zindik. Dikisahkan bahwa dirinya pernah menaruh disebuah botol air dan debu lalu memasukan cacing, sembari mengatakan, "Akulah yang menciptakannya". berasal dari Persia. dibunuh pada tahun 124 H. Lihat keteranganya lebih lanjut dalam kitab Bidayah wa Nihayah 9/394 oleh Ibnu Katsir.

[4] . Majmu Fatawa Ibnu Taimiyah 14/20. al-Qu'ud ad-Duriyah hal: 85 oleh Abdul Hadi.

[5] . Khalq Af'aal Ibaad hal: 39-40 oleh Imam Bukhari.

[6] . Lihat penjelasan lebih lanjut dalam kitab Majmu Fatawa Ibnu Taimiyah 13/347-357.

[7] . Dia adalah Abdullah bin Sa'id Abu Muhammad al-Qathan. Ibnu Kilab al-Bashari. Ingin mengingkari pemahaman Mu'tazilah tapi justru membikin madzhab baru yang banyak di ikuti oleh manusia. Lihat biografinya dalam kitab Siyar a'lamu Nubala 11/174 oleh Dzahabi. 

[8] . Dia adalah Muhammad bin Abdul Wahab, Abu Ali al-Bashari, syaikhnya Mu'tazilah. Lihat biografinya dalam kitab Siyar a'lamu Nubala 14/183 oleh Dzahabi. 

[9] . Yaitu sebelum rujuk kepada madzhab salaf, sebagaimana telah valid sumber beritanya kalau dirinya kembali rujuk ke madzhab salaf diakhir hayatnya. Lalu menulis kitab al-Ibanah, dan al-Maqalaat Islamiyah serta yang lainya.

[10] . Dia adalah Abu Manshur, Muhammad bin Mahmud bin Muhammad al-Maturidi, as-Samarqandi, al-Hanafi, ahli filsafat, pimpinan aliran Maturidiyah Jahmiyah. Tidak dikenal orang dan keadaannya. Lihat biografinya dalam buku-buku madzhab Hanafi semisal al-Jawahir Mudhiyah 2/360 oleh Abdul Qadir Adam al-Quraisy. al—Fawaid Bahiyah hal: 195 oleh al-Laknahwi. 

[11] . Lihat keterangannya dalam kitab al-Maqalaat Islamiyah 1/106-109. 281, 290 oleh Abu Hasan al-Asy'ari. al-Firaq bainal Firaq hal: 65-71, 225-230 oleh al-Baghdadi. al-Milal wa Nihal 1/92-99 oleh Syahrastani.

[12] . Lihat biografinya dalam al-A'laam 8/85 oleh az-Zarkali.

[13] . al-Firaq bainal Firaq hal: 227 oleh al-Baghdadi.

[14] . Lihat biografinya dalam kitab al-Firaq bainal Firaq hal: 68-69 oleh al-Baghdadi. al-Maqalaat Islamiyah 1/109 oleh Abu Hasan al-Asy'ari. 

[15] . al-Firaq bainal Firaq hal: 227 oleh al-Baghdadi.

[16] . Lihat keterangannya dalam kitab al-Firaq bainal Firaq hal: 68-69 oleh al-Baghdadi. al-Maqalaat Islamiyah 1/106-109 oleh Abu Hasan al-Asy'ari. 

[17] . Lihat keterangannya dalam kitab al-Firaq bainal Firaq hal: 228-229 oleh al-Baghdadi.

[18] . Ibid.

[19] . Jawabul Kaafi hal: 311 oleh Ibnu Qayim.

[20] . Dia adalah Abu Mughits, Hasan bin Manshur al-Halaj, al-Baidhawi, al-Farisi, al-Iraqi. Imamnya orang-orang zindik, pengikut paham menitisnya tuhan kepada makhluk, kakeknya seorang Majusi, berguru kepada Sahl bin Abdullah at-Tusturi, ketika di Baghdad berguru pada Junaid. Seluruh orang sufi berusaha berlepas diri dari pahamnya, demikian pula para ulama dan masyayaikh. Mati di bunuh pada akhir bulan Dzul Qa'dah pada tahun 309 H. Lihat biografinya secara lengkap dalam kitab Siyar a'lamu Nubala 14/313-354 oleh Dzahabi. al-Firaq bainal Firaq hal: 165-167 oleh Baghdadi. al-Fashl fil Milal wal Ahwa wa Nihal 4/204 oleh Ibnu Hazm dan Lisanul Mizan 3/255 oleh Ibnu Hajar.

[21] . Dia adalah Umar bin Ali bin Mursyid al-Hamawi, al-Mishri. Salah seorang tokoh yang terang-terangan membela perbuatan zindik dan pengagung kubur, itihadiyah, dan pemuja patung. Imam Dzahabi mengatakan, "Pengusung paham menitis yang penuh dengan kebohongan". Ibnu Asakir menjelaskan, "Kalau seandainya tidak ada bait syair yang ditulis berkaitan dengan paham menitis secara terangan-terangan niscaya tidak ada dimuka bumi ini zindik dan kesesatan. Ya Allah, karuniakan kepada kami ketakwaan dan jauhkan dari mengikuti hawa nafsu". Meninggal pada tahun 632 H. Lihat nukilan kekafirannya dari Diwannya hal: 26-71. Dan penukilan oleh al-Alusi dalam kitabnya Jala'ul Ainaini hal: 78-81. Mahmud Syukri al-Alusi dalam bukunya Ghayatul Amani 1/403. Mahmud Abdu Ra'uf al-Qasim dalam bukunya Kasyfu an Haqiqatu Shufiyah hal: 155-158. Lihat biografinya dalam Siyar a'lamu Nubala 22/368 oleh Dzahabi. Mizanul I'tidal 2/266. Bidayah wa Nihayah 13/143 oleh Ibnu Katsir. Lisanul Mizan 4/317 oleh Ibnu Hajar. 

[22] . Dia adalah Abu Bakar, Muhammad bin Ali bin Muhammad, al-Hatami, ath-Tha'i, al-Andalusi. Mendapat julukan dikalangan ahli sufi Syaikh akbar, Muhyiyudin, salah seorang tokoh besar pimpinan paham atheis, itihad dan zindik. Dirinya kehebatan imannya Fir'aun. Lihat sebagian paham kufur dan kesyirikannya dalam nukilan yang disebutkan oleh Nu'man Khairudin al-Alusi dalam kitabnya Jala'u Ainain hal: 69-78. Abu Tsana al-Alusi dalam bukunya Ghayatul Amani 1/390-406. Mahmud Abdu Ra'uf dalam bukunya Kasyfu an Haqiqati Shufiyah hal: 143-152. Imam Dzahabi mengatakan tentang Ibnu Arabi, "Barangsiapa melihat kitabnya al-Fushush, kalau tidak ada kekufuran didalamnya niscaya tidak ada kekufuran didunia. Kita memohon kepada Allah keselamatan, berlindung dari kesesatan". Lihat kitabnya Siyar a'lamu Nubala 23/48. Meninggal pada tahun 638 H.  

[23] . Dia adalah Abu Muhammad, Abdul Haq bin Ibrahim al-Isybili. Salah seorang pimpinan paham itihad. Diantara pemikirannya, bahwa kenabian bisa di usahakan oleh siapapun, Dirinya pernah mencibir orang-orang yang sedang melakukan thawaf disekitar Ka'bah sembari mengatakan, 'Kalau sekiranya mereka thawaf mengelilingiku itu lebih baik daripada thawaf disekitar Ka'bah'. Lihat biografinya oleh Nu'man Khairudin al-Alusi dalam kitabnya Jala'u Ainain hal: 81-82. Syaikhul Islam punya kitab yang berjudul Tis'iniyah sebagai bantahan untuknya. Dicetak dengan judul Baghiyatul Murtad. Lihat pula biografinya orang ini dalam kitab Bidayah wa Nihayah 13/276. Meninggal pada tahun 669 H.

[24] . Semisal al-Mulawi ar-Rumi pimpinan paham al-Mutsnawi. Juga al-Qanawi, al-Tilmisani, dan pimpinan tharekat Naqsabandiyah, Abdul Karim al-Jaili, al-Jami pemilik kitab syarh Fushush. asy-Sya'rani sang pengagung kubur, an-Nablusi al-Kharafi, dan tokoh-tokoh lainnya dari kalangan aliran sufi.

[25] . Seperti dinukil oleh Abu Hasan al-Asy'ari dalam kitab Maqalaat Islamiyah 1/81. Bahkan bila diperhatikan sebagian besar aqidah sufi hingga sufi yang ada pada zaman kita sekarang ialah pengikut pahama wihdatul wujud, khulul dan itihad. Insya Allah akan datang penjelasan beberapa potret nyata perilaku dan aqidah mereka. 




Previous article Next article

Related Articles with Ejarah Kesyirikan Pertama Muncul Dalam Rububiyah Dengan Cara Menta'thil Nama dan Sifat Allah Shubhanahu wa ta’alla

Mengetahui AllahIt's a beautiful day